Kamis, 29 September 2011

Belajar dari "Nisa"


Sahabatku,
Yang lama tidak kukunjungi
Menatap sendu, diatas kursi roda
5 tahun bukan waktu yang singkat bagi kelumpuhannya
dia mengeja kata dengan sungguh
aku kelu,
dan aku malu,
"sebuah pikiran normal sudah terpenjara dalam tubuh yang tak berdaya"

Hari ini aku memperoleh pelajaran hidup yang berharga dari seorang teman SMA. Namanya "Nisa", sosok yang cantik, taat beribadah dan ceria, sebelum suatu peristiwa mengubah hidupnya.
5 tahun yang lalu tepatnya ketika pertengahan ujian semester kelas 2 SMA 2006, dia pingsan di kelas. Katanya hidrosefalusnya kambuh lagi. Sebelumnya pernah mendengar dia berhenti satu tahun saat masuk kelas 1 karena sakit. Setelah itu yang terjadi adalah Nisa harus menjalani operasi otak yang ke-dua.
Efek dari operasi inilah yang berakibat cukup besar dalam kondisi fisiknya sampai sekarang. Hampir 2 tahun terbaring di tempat tidur tanpa bisa melakukan apa-apa, kedua tangan dan kakinya seperti mengalami kelumpuhan pasca stroke, kemampuannya dalam berbicara juga sama persis dengan orang yang stroke. Dari tahun ke tahun dengan usaha terapi yang sudah diupayakan kedua orangtuanya, kemampuan berbicara dan geraknya semakin membaik, dibandingkan dulu. Tapi tetap saja sampai sekarang dia hanya bisa berjalan dengan kursi rodanya dan belum melakukan aktifitas sederhana secara mandiri.
Aku yang masih diberikan kesempurnaan fisik dan kemampuan menjalankan aktivitas dengan baik selama ini masih saja sering sengaja/tidak MENGELUH..
Kini, benar-benar menyadari, bahkan aku tidak pantas untuk itu. Setidaknya aku masih bisa jalan-jalan menghirup udara segar, masih punya harapan besar menggantung di langit sana yang menunggu untuk ku raih,..
Yang terpikirkan olehku sekarang hanyalah berdoa agar Allah menguatkan hatinya, menerima keadaannya dengan ikhlas sementara orangtuanya tidak lepas dari ikhtiar.. 
“Yaa rabban naas, adzhibil ba’sa, isyfi annisa nurrohmah antasy syaahii, laa syifaa-a illaa syifaauka, syifaa-an laa yughaadiru saqaman” 
Ia tetap tersenyum sama seperti saat aku datang dulu, dan mengantarku pulang dengan senyumannya yang itu.. Kulihat kabut tipis di mata ibunya.

Jumat, 16 September 2011

Kisah Sukses Pemuda 18 Tahun Penemu Wordpress

Kisah Sukses Pemuda 18 Tahun Penemu Wordpress-Wordpress…seperti yang kita ketahui bersama adalah sebuah mesin blog berbasis CMS yang memungkinkan kita semua untuk dapat membuat sebuah blog tanpa harus mengetahui bahasa pemograman web atau singkatnya sebuah aplikasi/program yang hanya sekedar klik, drag n drop simsalabim langsung jadi…emang saya pesulap ya????….
setelah sempat blogwalking, saya menemukan sebuah artikel dari postingan seorang blogger yang menceritakan kisah sukses pendiri wordpress.

Kisah Sukses Pendiri WordPress !
Saya pengguna wordpress, tapi selama ini saya tidak begitu peduli siapa pendiri WordPress. Padahal mengenal pendiri/founder dari suatu bisnis, organisasi, atau situs yang terkenal [misalnya: WordPress] merupakan hal penting. Terlebih lagi kita adalah pengguna produk tersebut. Dari kisah hidup, pemikiran inovatif serta petualangan fantastis mereka sebenarnya dapat menjadi sumber inspirasi hidup kita.
Pola sikap saya yang apatis terhadap hal-hal (ataupun individu) yang sebenarnya sangat menakjubkan mungkin juga menimpa pada diri rekan-rekan di negeri ini. Sikap apatis tersebut merupakan sikap mental yang negatif. Sikap ini akan membuat diri kita sepanjang hidup hanya menjadi seorang user [pengguna], bukan seorang yang berperan sebagai kreator atau producer. Selama sikap mental bangsa ini seperti itu, maka selama itu pula bangsa ini tidak akan maju ke depan. Tidak akan ada inovasi, kreasi serta pembangunan yang progresif menatap ke depan.
Namun, pada malam Jum’at, 16 Januari 2009, saya kembali mendapat secercah harapan, tatkala “Apa Kabar Indonesia Malam” di TV-One menghadirkan pendiri sekaligus pengembang aplikasi gratis Wordpres. Dia seorang pemuda yang sukses bukan karena terbentuk ataupun dibentuk sejak kecil. Ia mampu sukses meski di usia yang sangat muda. Meskipun latar pendidikannya berbeda dengan hasil karya yang dihasilkan saat ini.
Berikut biografi Matt Mullenweg, sang pendiri Blog WordPress yang sedang saya dan Anda gunakan saat ini. 
Riwayat Hidup Matt Mullenweg
Matthew Charles Mullenweg atau dikenal dengan Matt Mullenweg lahir pada 11 Januari 1984 (baru berulang tahun ke-25), di Houston,Texas - Amerika Serikat. Di masa SMA, Matt belajar Seni Visual dan Pertunjukan di sekolahnya serta ia mahir di musik saxophone. Meskipun studinya bukan dibidang teknologi komputer dan programming, namun Mat berhasil mendirikan serta mengembangkan software yang kini sangat terkenal yakni WordPress.com, Akismet, dan bisnis Automattic-nya.

Awal Matt dan WordPress

Sejarah WordPress bermula saat Matt berusia 18 tahun (tahun 2002). Ketika itu, Matt baru mulai menggunakan fasilitas blog yakni blog b2cafelog. Ia menggunakan blog b2 (bbpress.org) untuk mempublikasi foto-fotonya selama perjalanan ke Washington D.C.
Namun, beberapa bulan kemudian, blog bbpress tempat Matt mempublikasi fotonya berhenti dalam mengembangkan software-nya. Karena kondisi seperti itu, muncullah pemikiran kreatif dari Matt. Pada Januari 2003, Matt Mullenweg mengumumkan melalui blog-nya bahwa diaakan mengembangkan blog b2 sehingga sesuai dengan standar web saat itu. Dengan inisiatif sendiri, Matt bersama Mike Little mulai memgembangkan coding WordPress berbasis b2. Kemudian, Mike dan Matt bersama Michel Valdrighi (mantan pengembang b2), mulai aktif mengembangkan WordPress hingga lahirlah WordPress yang Anda kenal saat ini. Pada 27 Mei 2003, WordPress versi 0.70 dirilis. Versi 0.7 ini masih mengandung struktur file yang sama dengan pendahulunya, b2cafelog. Di usia 19 tahun (Maret 2003), Matt bersama rekannya mendirikan GMPG dengan format yang lebih kompleks dari HTML. Setahun kemudian, WordPress meluncurkan fasilitas Ping-O-Matic yang berguna untuk mengirim ping notifikasi kepada search engine blog seperti Technorati. Dan saat ini, Ping-O-Matic telah melayani lebih 1 juta ping tiap harinya.
Matt Mullenweg, Mahasiswa DO (Drop Out)
Pada tahun 2004, nasib buruk menimpa Matt dalam bidang pendidikan formal. Ia drop-out alias DO dan pindah dari Houston ke San Fransisco (California) untuk bekerja pada CNET selama setahun. Pekerjaannya di CNET selama setahun merupakan masa-masa terakhir Matt bekerja di perusahaan. Karena pada usia 21 tahun, Matt telah ‘pensiun muda’ dari perusahaan CNET dan ia menghabiskan waktunya berkarya untuk WordPress. Tidak lama dari masa pensiunnya, ia pun berhasil meluncurkan aplikasi Akismet yang berfungsi memblokir komentar dan trackback yang teridentifikasi sebagai spam. Di tahun yang sama, Matthew memutuskan WordPress terbuka bagi kalangan umum di seluruh dunia pada November 2005. Di tahun yang sama, Matt meluncurkan Automattic yang menjadi perusahaan bisnis yang mendukung WordPress dan Akismet.
Pemuda 22 tahun Rekrut Eksekutif Yahoo
Jiwa entrepreneur dan kematangan Matt dalam mengembangkan WordPress dan Akismet telah menghantarkan usahanya masuk ke bisnis profesional. Pada tahun 2006 (22 tahun), pemuda Matt mampu merekrut mantan CEO Oddpost dan Senior Manager Yahoo!, Tony Schneider sebagai CEO Automattic. Beberapa bulan setelah Tony Schneider berada di Automattic, Akismet (anak perusahaan) yang baru berusia kurang 2 tahun berhasil meraup USD 1.1 juta pada April 2006.
Kesuksesan Matthew Mullenweg

Daya pikir inovatif serta pantang menyerah pada diri seorang Matthew telah membawa dirinya sebagai jutawan muda. Di usia 25 tahun, Matthew Mullenweg telah berhasil menjadi miliader muda dengan kekayaan tidak kurang USD 40 juta (Rp 400 miliar). Ia pun dinobatkan sebagai 16 dari “50 Orang Terpenting di Dunia Internet” oleh PC World pada tahun 20 07. Dari daftar 50 orang tersebut, hanya Matt yang merupakan orang termuda (23 tahun). Dengan fasilitas yang unik, cepat dan menarik, WordPress berhasil ‘memikat’ jutaan pengguna. Dengan tambahan ribuan blogger serta ratusan ribu posting terbaru tiap harinya, WordPress berhasil masuk ke dalam 30 situs teraktif di dunia. Setelah mendapat layanan Gravatar pada tahun 2007, beredar isu bahwa usaha yang didirikan Matt, Automattic, ditawari hingga USD 200 juta, namun Matt menolak menjualnya.
Wawancara Singkat di TV-One Kisah Singkat Kesuksesan
Matt MullenwegBerikut ini, hasil wawancara Matt Muddenweg di TV-one yang relatif singkat Dan secara samar-samar saya mengutip pembicaraannya seperti berikut. [Jika rekan-rekan yang turut menyaksikannya, silahkan koreksi tulisan saya. Trims]. Hal pertama yang dibahas adalah latar belakang pendidikan Matt Muddenweg. Ia bukan lulusan programming ataupun ilmu komputer. Di masa SMA, ia terjun dalam bidang seni. Sedangkan kuliahnya [tidak selesai] di bidang ilmu politik. Walaupun demikian, motivasi dan minat yang ia berikan pada blog membawa dirinya sukses dalam dunia software dan teknologi informasi.

sumber : nusantaranews.wordpress.com

Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Lama tidak menulis lagi, tadi baru saja mendapat informasi inspiratif yang ingin ku share.. 
Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior
Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51.
NANI MASHITA
Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman.
Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas meja bertaplak warna merah. Satu-satunya cahaya di ruangan itu berasal dari jendela kecil yang terbuka lebar tadi.
Dari balik tirai, tuan rumah Agung Bakhtiyar muncul dengan mengenakan baju batik warna terang dipadu celana kain hitam. Memakai kacamata, wajahnya terlihat bersih terawat dengan janggut tipis di dagu. Tidak ada yang mengira apabila dia anak tukang becak yang biasa mangkal di depan Hotel Santika Jogja.
Awalnya, Agung terlihat kikuk saat menceritakan keberhasilannya menjadi dokter. Tangannya terlihat menggenggam buku rekening BNI. ’’Waduh… mau cerita apa ya,” katanya malu-malu, Jumat (8/7).
Agung resmi bergelar dokter setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM selama lima tahun tujuh bulan. Sebelum diwisuda kemarin, dia menjalani profesi dokter muda di Klaten serta menempuh pendidikan dokter dengan dengan nilai IPK (indeks prestasi kumulatif) 3,51. Saat diwisuda, dia didampingi kedua orang tua dan salah seorang kakaknya. Usai wisuda, Agung dan keluarga langsung pulang. Tidak ada acara perayaan untuk menandai keberhasilan pemuda 24 tahun itu menyelesaikan pendidikan dokternya.
’’Ibu tidak mau ada perayaan untuk syukuran kuliah. Rencananya ingin mengadakan aqiqah saya dan dua kakak laki-laki saya, kalau ada uang lebih,” tuturnya. 
Agung mengaku sebenarnya dia tidak ingin melanjutkan kuliah karena melihat kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Ayahnya, Suyatno, hanya seorang tukang becak yang penghasilannya tidak tetap dan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sedangkan ibunya, Saniya, saat itu (2005)  berjualan botol bekas.
Meski begitu, orang tua Agung  menginginkan bungsu dari empat bersaudara itu melanjutkan kuliah hingga lulus, tidak seperti tiga kakaknya yang hanya lulus SMA. ’’Ibu saya sangat kepingin saya kuliah,” katanya
Awalnya, Agung menjajal ikut seleksi ujian masuk di Fakultas Pertanian UGM namun gagal. Meski begitu, alumnus SMAN 6 Jogjakarta itu tidak putus asa. Dia lalu ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Kali ini dia memilih Fakultas Kedokteran sebagai pilihan pertama dan ilmu hama Fakultas Pertanian di pilihan kedua.
’’Saya tidak tahu kenapa memilih kedokteran saat itu. Mungkin karena saya gampang tersentuh kalau melihat pasien,” katanya.
Saat berbincang, gaya bertutur lelaki kelahiran Jogja 30 Juni 1987 itu terkesan slengekan meski beberapa kali tatapannya menerawang jauh. Perbincangan sempat terhenti saat ibu Agung datang membawa nampan berisi dua gelas teh hangat. Tidak lama kemudian, dia pergi meninggalkan rumah. ’’Ibu kembali ke Pasar Terban, jualan rongsokan,” kata Agung. 
Tak disangka, lanjut cerita Agung, dia diterima di Fakultas Kedokteran UGM. Dia sempat kebingungan mengetahui diterima di fakultas bergengsi itu. Dia pun takut memberitahukan kabar menggembirakan itu kepada orang tuanya. Salah satu yang menjadi bebannya saat itu adalah biaya pendidikan kedokteran yang sangat besar.
Sebelumnya, Agung juga diterima di D3 Komputer dan Sistem Informasi (Komsi) UGM. Mau tidak mau akhirnya dia memberi tahu orang tuanya sekaligus minta pertimbangan untuk memilih fakultas yang akan dimasuki. Tapi, orang tua menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Agung. Agung pun akhirnya memilih kedokteran setelah mendapat masukan teman-temannya.
Untuk menunjang kuliah, Agung sempat ’’nodong’’ orang tuanya untuk dibelikan komputer dan ternyata dikabulkan. ’’Saya sungguh terharu dengan orang tua saya yang berkomitmen mendukung saya kuliah,” katanya.
Hambatan terus menghadang Agung ketika menjalani perkuliahan. Yang paling tampak mengenai gaya hidup mahasiswa Fakultas Kedokteran yang kebanyakan dari kalangan the have dan glamor. Mulai gaya berpakaian, kendaraan, hingga peralatan pendukung perkuliahan lainnya. Orang tuanya sempat khawatir dengan kondisi psikologis Agung menghadapi teman-temannya yang serba berkecukupan. ’’Tapi saya meyakinkan orang tua untuk tidak perlu khawatir,” tuturnya.  
Soal pelajaran di kampus, setahun pertama Agung sempat tidak betah gara-gara dia lebih senang ilmu eksak seperti fisika, matematika, dan kimia. Sedangkan di kedokteran, nilai-nilai humanisme dikedepankan. Tetapi, perubahan terjadi ketika dia sudah mulai bersentuhan dengan pasien di rumah sakit. ’’Dari sana tumbuh kecintaan saya untuk kuliah di kedokteran hingga lulus,” tuturnya. 
Alumnus SMPN 5 Jogja itu berupaya untuk bisa menekan ’’biaya kuliah’’ hingga seminim mungkin. Beberapa cara yang dilakukan dengan memfoto-copy materi kuliah, men-download referensi di internet atau meminjam buku-buku ke senior. Dalam pergaulan Agung juga tidak minder bila temannya mengajak dia untuk nongkrong di tempat-tempat gaul.
’’Teman-teman saya baik-baik semua. Mereka tahu dengan kondisi saya,’’ ujar Agung yang mulai mendapatkan beasiswa dari UGM pada tahun ketiga kuliahnya.
Salah satu yang memudahkan dia berbaur dengan teman-teman kampus adalah sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang membagi mahasiswa dalam kelompok-kelompok  belajar. Dari sana, teman-temannya mengetahui bahwa Agung berasal dari kalangan kurang mampu. Mereka juga tidak memandang sebelah mata atas kondisi Agung itu. ’’Mereka paham dan bahkan saya sering meminjam laptop teman-teman ke rumah,” katanya terkekeh.
Selama kuliah, Agung mengaku sempat ikut membantu ibunya berjualan barang bekas di Pasar Terban. Tetapi, seiring dengan makin padatnya jadwal kuliah dan praktik, maka kegiatan di pasar itu lama-kelamaan tak bisa dia penuhi.
Kini, setelah diwisuda menjadi dokter, dia mengaku lega sekaligus tertantang untuk bisa mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. ’’Saya harus bisa membantu ibu agar usaha jualan barang rongsok itu berkembang dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga,” katanya.
Sudah dua setengah bulan ini Agung bekerja di klinik sebuah perusahaan di wilayah Tangerang. Kemarin dia harus pulang ke Jogja untuk mengikuti upacara pelantikannya sebagai dokter, sekaligus  mengurus KTP-nya yang hilang saat naik angkot.
Ditanya soal rencana masa depan, Agung mengaku ingin meneruskan pendidikan dokter spesialis. Namun, dia sadar dengan kondisi ekonomi kedua orang tuanya sehingga tidak terlalu berharap bisa meneruskan pendidikan dalam waktu dekat.
’’Mungkin saya menabung dulu karena jadi dokter spesialis kan butuh dana ratusan juta,” pungkasnya. (*/ari) re-post dari: http://sitasaja.blogspot.com/2011/07/agung-bakhtiyar-anak-tukang-becak-yang.html


"Keren sekali Mas Agung ini, dengan segala kekurangan finansialnya ia mampu mempersembahkan hal yang luar biasa bagi kedua orangtuanya.. Sungguh, jadi malu..."
-dewi-