Kamis, 10 November 2011

Hari Pahlawan

Pagi ini musuh jahat sedang beraksi gila-gilaan di rumah. Piring berlemak bekas soto dan tongseng sisa lebaran mengintai dengan sadis secara bergerombol di bawah keran air.
Aku: "Di mana pahlawan?? apa dia sedang cuti untuk merayakan hari ulang tahunnya??"
Pahlawan: "iya," gumamku, "kenapa sih kerjaan kaya gini gak pernah selesai? Hm... mungkin perlu senjata  baru untuk membantai mereka. Padahal dari tahun ke tahun sudah mengalami banyak perubahan, dari yang batangan, colek, sampai cairan hijau yang kini ku pakai".


Ada 2 tumpuk besar pakaian kotor di sudut kamar. Memejamkan mata, menjerit dalam hati....lalu melangkahkan kaki dengan tegap menolong seorang perempuan yang malas untuk mencuci bajunya bajuku.

Sorenya kuhabiskan waktu dengan melihat kotak hitam di ruang atas. Sudah lama aku tidak memandanginya. Tadi, ia bercerita tantang banyak hal, kisah malinda dee yang membuatkan ktp ganda bagi suami sirinya, kisah jamaah haji kloter pertama yang akan tiba d tanah air besok pagi, kondisi lapangan sea games yang memprihatinkan karna H-1 belum juga sempurna, pengibaran bendera, demo telkomsel, bentrok polisi dengan mahasiswa di hari pahlawan.. dll. Hampir semua bikin galau.

Yang ironis adalah kisah orang pinggiran, di tengah gemerlapnya susasana ibu kota dan mewahnya kehidupan artis, seorang lelaki tua usia 75 tahun, sebut saja Mbah A yang harusnya sudah hidup tenang menikmati masa tuanya, masih harus bekerja menempuh jarak jauh menjual daun singkong demi menghidupi istrinya yang sudah tua dan sakit-sakitan pula.

Anak-anak beliau merantau mencari kerja di luar kota dan tidak pernah memberi kabar atau pulang. Malah meninggalkan seorang cucu berusia 2 tahun baginya. Mbah A hidup dengan berjualan singkong dan membuat sapu lidi. Mirisnya lagi harga satu ikat daun singkong yang dikumpulkannya dari kebun tetangga hanya dihargai 500 rupiah per ikatnya. Itu pun masih sering di tawar pembelinya dengan harga 3 ikat 500 rupiah.

Dengan seharian bekerja di tengah siang terik menuju lokasi penjualan ia hanya berjalan tanpa alas kaki menuntun sepeda reot yang sudah tidak layak(ban bocor, dan besi-besinya karatan). Sampai di pasar pun beliau tidak punya lapak sendiri karna tidak mampu membayar sewa tempat. Nyaris hari itu uang yang ia peroleh hanya 2000 ruiah, pun masih sempat ia membelikan sepotong semangka bagi cucu kesayangannya.
hiks.. aku terharuu.

Tak lama kemudian si kotak hitam mulai berkisah lagi, tentang nasib beberapa kakek veteran yang hidupnya tidak diberikan penghargaan yang layak sebagai seorang pejuang yang pernah membantu merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Sebut saja Mbah B perbulannya mereka hanya diberikan tunjangan 1.022.000 rupiah, dan itu dinilai sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup di ikota besar per bulannya di jaman sekarang. Bahkan sampai ada seorang Mbah B yang menulis surat untuk presiden. Sepertinya memang kondisinya sangat menyedihkan, tidak ada tunjangan malah.

Habis itu ngeliat ada iklan perayaan besar-besaran untuk memperingati hari pahlawan dengan menampilkan grup musik dan artis-artis terkenal. Geram hati ini. Dari pada buat berpesta ria menyanyi dan nyebar duit yang pasti puluhan juta itu, mending disalurkan pada para veteran atau orang-orang pinggiran yang lebih membutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar